Di suatu pagi yang hangat, seorang istri tampak asyik dengan pekerjaan domestiknya. Anak sulungnya bermain di luar, bungsunya yang masih bayi tertidur. Suaminya sudah pergi ke kantor.
Saat mulai menyapu kamar, matanya terusik dengan sepucuk amplop merah muda di atas meja rias. Tertulis jelas “Untuk istriku tercinta” di amplop tersebut, lalu diambilnya, ada isinya, sepucuk surat, wangi. Sang istri lalu duduk di kasur, penasaran apa gerangan yang membuat suaminya membuat surat itu, kemudian dibacanya pelan-pelan.
istriku tersayang
aku tahu betapa dirimu mencintaiku
dan betapa bencinya dirimu
bila kulakukan itu
Deg!! Apa ini? Sang istri mulai gelisah melihat kalimat awal surat, namun tetap meneruskan membaca.
tapi aku sudah tidak sanggup lagi
menahan semua rasa dan gejolak ini
setelah semua interaksi yang terjadi
setelah dia mulai temani hariku
setelah dia menghibur kesedihanku
setelah dia hadir di hati ini
Dia??! Ya Allah siapa dia?!!? Sang istri membatin. Keringat dingin mulai membasahi keningnya.
keinginan ini sudah lama kupendam
dan juga sering kuungkapkan padamu
tapi jawabmu selalu tidak setuju
…
istriku tercinta
sejak pertama kulihat dia
yang mudah dekat dengan anak-anak
jujur aku menginginkan dirinya
aku tertarik pada kelembutannya
aku tertarik pada penampilannya
dan ketika kau menolak permintaanku
aku mencoba melupakannya
lupakan betapa manis dirinya
tapi aku tak pernah bisa
Perlahan air mata menetes, sang istri menangis. Wajah suaminya terbayang di surat itu. Wajah suami yang telah dinikahinya selama 10 tahun. Yang pernah bersabar ketika dirinya tak kunjung memberi keturunan hingga 6 tahun usia pernikahan. Kenapa sekarang jadi begini? Kenapa dia berubah?
istriku kekasihku
tahukah dirimu
bahwa tanpa persetujuanmu pun
aku tetap dapat memiliki dirinya
dan bahkan setelahnya
aku masih dapat memiliki yang lain lagi
tanpa sepengetahuanmu
karena kuyakin secara ekonomi
aku mampu lakukan itu
…
dan aku telah lama menahan diri
menunggu persetujuanmu
namun karena kau tetap
pada pendirian itu
dan tidak mengizinkanku
maka maafkanlah diriku
Tangisannya meledak. Pun tangisan bayinya di kamar yang sama. Tapi sang istri belum bergeming, diremas-remas surat itu, dibukanya lagi, diremas lagi, lalu dibuka lagi. Rasa sedih, marah, cemburu, takut, membaur jadi satu. Tangisan bayi yang semakin keraslah yang akhirnya menyentak kesadarannya. Diatur napasnya, bayinya tak boleh tahu ibunya bersedih, karena bisa mempengaruhi kejiwaannya. Setelah tenang, diangkatnya si bungsu dalam gendongan, meredakan tangisnya.
Sambil menggendong, sang istri membaca kembali surat yang sudah lecek bekas diremas-remas itu, karena kalimat-kalimat suaminya masih belum selesai.
istriku kekasihku
maafkanlah diriku yang lemah ini
maafkanlah aku
karena telah memakan es krim magnum mini jatahmu
tanpa sepengetahuanmu
…
nanti pulang kerja akan kubawakan yang baru

Dengkul sang istri pun lemes……………………
Kirain kucing..
kucing ta dia? :p
Aaaaaarrrhhgggggg!!!
Ini yang komen razi atau gurunya nih? 😀
Jahaaaaaaat
Koq jahat? Kan beliinnya magnum gede, bukan mini lagi :-p
Tetep aja pas ngambil itu jahaaaat
Iya iya……kan terus minta maaf :'(
waini…..
Langsung praktek deh, ngetes aer 😀
ga jaman surat2an om… tinggal email aja.. :p
Ciieee yang internetnya paket unlimited :-p
hushhh.. pake gratisan dari kantor om :p
Hahaha, jangan terlalu buka2an gitu maswib
ini jaman keterbukaan omali, bahkan masalalu yang sudah ga ada urusannya bisa dijadikan hutang dimasa kini :p
Bah, itu biarlah jadi urusan para politisi maswib, janganlah kita para jelata ini ikut2an
Sebagai anak yang berbakti, hutang budi jangan dibawa mati omali :p
Mending hutang badrodin ya daripada hutang budi?
Somplak sah…. Wkwkwk
Sah romantis kan? Wkwkwk
wkwkwkwkw