Mendidik Anak Dalam Islam: Fase 7 Tahun Kedua dan Ketiga

“Biarkanlah anak-anak kalian bermain dalam tujuh tahun pertama, kemudian didik dan bimbinglah mereka dalam tujuh tahun kedua, sedangkan tujuh tahun berikutnya jadikan mereka bersama kalian dalam musyawarah dan menjalankan tugas. (kutipan perkataan Rasullullah yang tercatat dalam buku tentang adab yang bersumber dari ucapan Abdul Malik bin Marwan)”

Setelah pembahasan tujuh tahun pertama fase mendidik anak dalam Islam, dimana anak diperlakukan selayaknya RAJA KECIL, kali ini akan dibahas langsung dua fase berikutnya, tujuh tahun kedua dan ketiga. Kedua fase ini merupakan fase penting pendewasaan anak, agar dapat memiliki rasa tanggung jawab di masa depan.

Tujuh Tahun Kedua, Masa Pendidikan dan Bimbingan

Status anak pada fase ini dapat dianggap sebagai pembantu atau prajurit. Rentang usia mereka adalah pada 7 – 14 tahun atau pra remaja. Pada fase inilah, anak mulai menjalani masa-masa ‘orientasi’ untuk dapat membentuk karakternya.

Lebih lanjut Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia menjelaskan, masa tujuh tahun kedua ini adalah masa penanaman karakter atau akhlak dan masa belajar. Pada masa inilah rentang dimana akan ditemui sebuah momen spesial, yaitu masa pubertas (baligh). Momen ini, ibaratnya seperti anak kita berhadapan dengan petunjuk arah. Jalan kehidupan yang dipilih anak setelah masa pubertas sangat menentukan keberhasilan mereka di masa mendatang. Masa setelah pubertas itulah yang akan menjadi fase ketiga perkembangan mereka.

Pada fase kedua ini, saat yang tepat untuk mengajarkan perilaku baik dan buruk, menunjukkan pada anak mana yang benar dan mana yang salah, mengenalkan peraturan dan adab, melatih kedisiplinan, juga tanggungjawab. Benar-benar fase yang tidak mudah bukan?! Terlebih kita dihadapkan pada karakter khas remaja yang suka memberikan argumen, labil secara emosi, juga cenderung suka membuat aturannya sendiri (karena sedang mulai mencari jati diri).

Orangtua Menjadi Teman Bagi Anak
Menjadi Teman Bagi Anak (wonderopolis.org)

Menghadapi karakter khas remaja seperti yang tersebut di atas, memang akhirnya tantangan terbesar kita adalah pada mengatur pola komunikasi dengan remaja. Beberapa orangtua sering berkeluh kesah betapa anaknya yang mulai beranjak remaja sangat susah diatur dan suka mendebat. Karena itulah, mengedepankan diskusi dengan remaja pada usia ini menjadi penting.

Orangtua harus mampu menjadi sahabat dan teman diskusi terbaik bagi remaja, tidak menggurui, dan tidak menjustifikasi. Sangat disarankan, peraturan untuk anak pada fase ini juga disusun bersama mereka, dengan cara berdiskusi. Ini dilakukan agar anak merasa memiliki peraturan tersebut, sehingga keinginan untuk mematuhinya juga semakin besar.

Dibandingkan dengan fase pertama, fase kedua ini sungguh bertolak belakang. Dari masa bermain yang penuh kebebasan ke masa belajar yang sarat aturan. Ini juga menjadi tantangan besar bagi orangtua, untuk merancang masa transisi yang apik sehingga anak-anak tidak merasa seperti air dan api. Karenanya, mulai menerapkan aturan sejak fase pertama menjadi penting meskipun tidak dengan cara kaku dan keras. Sehingga saat mereka mulai memasuki fase pendidikan, mereka mampu beradaptasi dengan baik.

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka untuk shalat pada usia 10 tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR Abu Dawud dan al-Hakim)

Dalam hadis tersebut, Rasulullah ingin mengingatkan orangtua untuk memulai fase kedua ini dengan ketegasan sekaligus kelembutan. Pola komunikasi menjadi sangat penting, jangan sampai orangtua menjadi hanya seperti teman duduk dalam bus, sebagaimana disebutkan oleh Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya Saat Berharga Untuk Anak Kita.

Tujuh Tahun Ketiga, Partner Dalam Musyawarah Dan Menjalankan Tugas

Pada fase ini, status anak dapat dianggap sebagai wazir atau menterinya orangtua. Pada fase ini, anak-anak sudah berusia 14 tahun ke atas, mayoritas mereka tentunya sudah baligh, sudah mulai dibebani dengan kewajiban-kewajiban dalam berIslam. Ibarat buah, sejatinya fase ketiga ini adalah masa ranumnya, siap dipetik dan dinikmati. Inilah masa dimana anak mulai bisa disebut sebagai pemuda dan menjalani masa dewasa awal mereka.

Diskusi dan Musyawarah Penting dalam Proses Mendidik Anak
Orangtua Harus Mau Mendiskusikan Banyak Hal Dengan Anak (tokeinfo.com)

Bukan tanpa alasan bila dalam Islam, orangtua diarahkan untuk mau mengajak anak-anaknya bermusyawarah dan berbagi tugas pada fase ini ketiga. Dalam Al Quran, banyak surat yang menceritakan tentang diskusi dan musyawarah orangtua dan anak, salah satunya dalam surat Lukman. Munif Chatib mencatat fase ini, sebagai wazir atau menteri, pemuda berada pada masa terbaik untuk menunjukkan kualitas jati dirinya. Terutama, mereka menjadi tempat bergantung orangtua yang secara alami sudah berusia lanjut dan membutuhkan pendamping untuk bersama-sama menyelesaikan masalah.

Pada fase ini, orangtua mulai bisa ‘melepaskan’ anaknya, karena menurut Islam pun mereka sudah bertanggung jawab terhadap amal mereka sendiri, bukan lagi tanggungan orangtua. Maka, pilihan terbaik yang dapat dilakukan orangtua adalah memberikan kepercayaan pada anak untuk dapat menentukan jalan hidupnya. Orangtua cukup berperan menjadi navigator, ingatkan anak jika jalan yang ditempuhnya salah menurut Allah dan RasulNya. Menahan diri untuk tidak mendikte adalah hal bijak yang juga bisa diambil oleh orangtua.

Orangtua Belajar 'Melepas' Anak
Menjadi Navigator dan Tidak Mendikte (boombastis.com)

Para pemuda, akan merasa dihargai pendapatnya jika orangtua mau mengajak mereka bermusyawarah untuk memecahkan permasalahan keluarga. Itulah kenapa Rasulullah juga menyeru kita untuk melakukan itu dengan anak-anak kita pada fase ini. Hal ini juga bertujuan agar orangtua dapat berbagi tugas atau peran dengan pemudanya dalam mengurus keluarga. Selayaknya tugas seorang wazir atau menteri, mereka membantu mengupayakan kesuksesan penyelenggaraan sebuah pemerintahan.

Demikianlah, Islam telah memberikan garis besar haluan pengasuhan anak melalui firman Allah maupun teladan Rasulullah. Jika kita, para orangtua, dapat memberikan peran terbaik, maka bisa dipastikan anak-anak kita akan mampu melewati setiap fase dengan gemilang dan kita pun dapat memetik hasil terbaik setelah mereka dewasa. Maka, mari, berikan upaya terbaik, jangan sampai penyesalan menjadi penutup usia, saat kita dapati anak-anak kita masih saja menjadi masalah padahal seharusnya mereka sudah menjadi partner kita mencari solusi. Naudzubillahimindzalik, Rabbi habli minashshalihiin..