Kata radikal mendadak menjadi topik utama berbagai media tanah air, menyusul pemblokiran pemerintah terhadap beberapa situs yang dianggap menyebarkan paham radikalisme. Kata radikal sendiri kalau dicek pada situs kbbi.web.id mengandung arti “amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan)” tapi apapun makna kata ataupun artinya dalam kamus, kata radikal itu mengingatkan saya pada film X-Men: Days of Future Past.
Film X-Men teranyar itu menceritakan tentang Wolverine yang diutus ke masa lalu oleh Professor X dan Magneto, untuk menghentikan pembunuhan yang dilakukan oleh Mystique/Raven terhadap seorang tokoh anti mutant, Trask, yang berujung kepada lahirnya Sentinel, robot yang di masa depan akan melakukan pembantaian terhadap para mutant.
Saya tidak sedang ingin meresensi film tersebut, tapi sosok Magneto di dalamnya membuat saya tergelitik untuk menebak-nebak, kenapa kira-kira paham radikal bisa muncul, atau lebih spesifiknya kenapa bisa ada golongan muslim radikal, untuk lebih spesifik lagi kenapa ISIS bisa lahir di dunia ini. Karena situs-situs yang diblokir pemerintah tersebut, kabarnya terindikasi mendukung pemikiran ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Kenapa Magneto bisa berpisah jalan dengan Professor X? Apa yang membuat kedua kawan karib itu justru menjadi saling bertarung? Apakah Magneto adalah seorang penjahat, ataukah dia justru adalah korban? Pertanyaan-pertanyaan itu bisa kita temukan sebagian jawabannya bila menonton X-Men sejak film pertama.

Masa kecil Erik Lehnsherr tidaklah bahagia. Merasakan kamp konsentrasi NAZI, Erik sempat dipisahkan dari ibunya, untuk kemudian disatukan kembali hanya untuk melihat sang ibu dibunuh di depan matanya. Erik dewasa lalu bertemu dengan Charles Xavier, yang mengenalkannya arti persahabatan. Erik dan Xavier kemudian bekerjasama mencegah terjadinya Perang Dunia Ketiga, namun para manusia yang mereka tolong malah mencoba membunuh keduanya beserta para mutant lain, peristiwa itulah yang membuat Erik memutuskan untuk menjadi Magneto.
Magneto adalah sosok yang lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap kekerasan yang menimpa para mutant. Dicurigai, diburu, dikhianati dan dibunuh, menjadikan sebagian mutant melihat sosok Magneto bukanlah ancaman atau musuh, tetapi adalah pahlawan dan pelindung kaumnya. Charles Xavier yang kemudian dikenal sebagai Professor X, bukan tidak pernah mencoba untuk menjadikan Magneto sosok mutant moderat, namun kekerasan dan pembunuhan yang berulang kali dilakukan oleh manusia terhadap mutant, seolah ingin membuktikan bahwa ‘ideologi’ Magneto-lah yang benar, “Berdamai (dengan manusia), tidak pernah menjadi pilihanku.”
Bila dikaitkan dengan ISIS, kita bisa lihat darimana mereka berasal: Irak dan Suriah (Syria). Invasi AS dan sekutunya ke Irak pada 2003 tentunya meninggalkan bekas luka yang dalam bagi mayoritas penduduk, sebagiannya mungkin menaruh dendam. Suriah pun begitu, negeri yang sedang dilanda perang tersebut beberapa kali menyuguhkan kepada dunia luar, video rekaman amatir yang mengerikan. Andai saya adalah penduduk Suriah yang menyaksikan ayah, ibu dan saudara-saudara saya dibunuh dengan sadis di depan mata, untuk kemudian ISIS datang dan menghukum mati pembunuh mereka, di saat masyarakat dunia diam, tentunya saya akan menganggap ISIS pahlawan. Setelahnya apapun yang ISIS lakukan akan dianggap kebenaran, termasuk ‘menghukum’ masyarakat dunia yang hanya bisa diam terhadap pembantaian.

Pernyataan di atas bukan berarti saya sedang membela dan membenarkan tindakan ISIS. Seperti yang saya sebutkan di awal tulisan, saya hanya mencoba menebak kira-kira apa yang membuat ISIS, Al Qaeda dan berbagai kelompok yang dianggap radikal bermunculan. Bisa jadi mereka (ISIS, Al Qaeda dsb) pada mulanya adalah orang-orang moderat, namun kekerasan dan kezaliman yang mereka alami berulang-ulang, memaksa mereka menjadi radikal. Mereka memilih melawan kekerasan dengan kekerasan, di saat masyarakat dunia cuek terhadap kondisi mereka. Saat masyarakat dunia lelap tertidur dalam kasur empuk, mereka tertidur beralas tanah, tak lelap karena khawatir maut menjemput. Saat masyarakat dunia berpesta kembang api, langit mereka dipenuhi lontaran roket dan bom yang mematikan.
Dalam konteks Indonesia yang tidak sedang berperang, seharusnya pemikiran radikal tidak mudah tumbuh. Namun bila kemudian berturut-turut muncul berita tentang para ulama yang dicaci, ceramahnya diawasi, majelisnya dikebiri, jamaah masjidnya ditangkapi dan situs dakwahnya ditutupi, bisa jadi akan ada orang yang kemudian menyimpulkan, bahwa ada pihak yang sedang testing the waters, memancing umat Islam Indonesia menjadi radikal.
Bila itu benar, semoga apa yang mereka rencanakan tidak akan pernah berhasil. Aamiin.
1 thought on “Magneto dan Kaum Yang Dipaksa Radikal”