Di suatu pagi yang cerah, padahal biasanya gerimis, tersebutlah sebuah keluarga harmonis yang tinggal di pinggiran Jakarta atau pinggiran Depok (pokoknya pinggiran deh). Sang ayah sedang menyeruput kopi, sang bunda sedang menyuapi si bungsu, sedang si sulung sekolah. Lalu tercetuslah dialog inspiratif antara ayah dan bunda.
Ayah : Bun, si sulung kan tahun ini masuk SD ya?
Bunda : Iya…
Ayah : Terus tahun ini juga anak kita lahir lagi…
Bunda : Bener…
Ayah : Ayah jadi kepikiran, tadi sudah hitung-hitungan sih. Kayaknya kita butuh solusi yang gak biasa.
Bunda : Solusi gak biasa? Maksud Ayah?
Ayah : Ayah mau nyari hutang, demi masa depan anak-anak kita. Demi kesejahteraan keluarga kita.
Bunda : Haahhh??!?!
Ayah : Jadi gini, demi kebahagiaan anak-anak kita, ayah ingin mereka tumbuh dengan fasilitas memadai dan berbagai kemudahan. Pertama rumah. Minimal rumah kita harus ada 4 kamar; kamar kita berdua, kamar anak laki-laki, kamar anak perempuan dan kamar tamu. Terus harus ada perpustakaan buat tempat diskusi dan membaca. Literaturnya harus banyak, minimal 10.000 judul buku, biar anak kita suka membaca dan cerdas. Ruang bermain jangan lupa, minimal halaman yang cukup luas lah, 100 meter persegi cukup kayaknya, outdoor, jadi anak-anak bisa belajar nanem juga, cabe misalnya…
Bunda : ?!?!??!!
Ayah : Terus soal sekolah, harus sekolah yang nyaman dan membuat anak-anak betah sekolah di sana. Minimal sarana bermainnya lengkap, ada kolam renang, pelajaran memanah dan berkuda, terus guru-gurunya punya kualitas bagus dan bisa dwi bahasa. Nanti asupan makanan anak-anak juga harus bagus, bergizi, minimal 4 sehat 5 sempurna deh. Tiap hari harus ada buah dan susu.
Bunda : ??!?!??!??!??????
Ayah : Terus fasilitas lainnya, ayah pengen anak-anak kita melek teknologi, punya komputer masing-masing 1, biar ga rebutan. Nanti kita ajarin mereka googling, jadi kalo kepo ama sesuatu hal, kenapa begini dan begitu, bisa googling. Mereka juga bisa belajar menulis, atau menggambar, atau hobi lain yang bisa disalurkan dengan komputer. Minimal i7 lah biar kenceng. Terus ayah pengen beli mobil, biar kita bisa piknik tiap bulan, biar pikiran terbuka dan gak butek.
Bunda : Mobil??? Avan*a?
Ayah : Minimal Inno*a lah, biar nyaman dan anak-anak gak mabok di perjalanan. Sukur-sukur kalo dapet Fortun*r. Makanya nanti kita butuh rumah dengan akses jalan cukup lebar dan garasi cukup luas, biar bisa parkir mobil.
Bunda : Teruuussss??!?!?!?
Ayah : Jadi hitung-hitungan ayah begini, total kebutuhan kita sampai anak kita lulus kuliah semua.
- Rumah dengan fasilitas yang tadi : 2.500.000.000
- Mobil Inno*a : 450.000.000
- Buku 10.000 judul : 10.000 x rata-rata 100.000 = 1.000.000.000
- Komputer i7 3 unit : 3 x 15.000.000 = 45.000.000
- Perkiraan masuk SD, SMP, SMA, Universitas 3 anak : 3 x 150.000.000 = 450.000.000
- Perkiraan biaya sekolah 3 anak sampai lulus kuliah : 3 x 16 tahun x 12 bulan x 2.000.000 = 1.152.000.000
- Perkiraan biaya hidup kita berlima sampai semua lulus kuliah : 5 x 23 tahun x 12 bulan x 3.000.000 = 4.140.000.000
- Oiya, belum termasuk biaya lahiran anak kita tahun ini : 10.000.000
Totalnya jadi 9.747.000.000 rupiah, dibuletin buat biaya tak terduga, jadi 10 M lah
Bunda : Jadi Ayah mau berhutang 10 M??? Bayarnya pake apa?
Ayah : Ya dicicil lah Bun, kan ayah tiap bulan ada penghasilan. Cicil sejuta sebulan bisa lah.
Bunda : Ayah tahu gak, kalo sejuta sebulan itu, berapa tahun hutangnya lunas? Udah dihitung???
Ayah : Nggg…..
Bunda : 10 M dibagi sejuta itu ada SEPULUH RIBU BULAN, Ayah tahu itu berapa tahun?!?!!
Ayah : …………………
Bunda : DELAPAN RATUS TIGA PULUH TAHUN LEBIH AYAH!!!!
Ayah : (gemeteran) Ta….tapi Bun…..ini kan Ayah lakukan demi keluarga. Sebagai kepala negara, eh, kepala rumah tangga, Ayah ingin yang terbaik buat keluarga kita. Ayah yakin anak-anak akan senang dengan segala fasilitas itu. Asset keluarga kita banyak dan bagus. Milik kita semua itu nanti Bun.
Bunda : Asset? Milik kita??? EMANG KALAU GAK BISA DILUNASIN, SEMUA ITU BAKAL DIHIBAHIN KE KITA????
Ayah : (makin gemeter) A…Ayah akan berusaha selama Ayah masih hidup, buat ngelunasi itu semua.
Bunda : (melembutkan suara) Terus……..kalau Ayah meninggal sebelum semuanya lunas, gimana?
Ayah : Kalau itu terjadi, Bunda silakan menikah lagi dengan suami yang kaya raya, biar bisa bantu melunasi hutang Ayah. Atau nanti kan anak-anak kalo udah sukses, bisa melunasi hutang itu, toh mereka juga menikmati kan?
Bunda : Terus, kalau sampai aku meninggal juga, hutangnya belum lunas, gimana?
Ayah : Ya anak-anak yang nerusin…
Bunda : Kalau sampai anak-anak meninggal belum lunas juga?
Ayah : Nggggg……ya cucu kita yang nerusin….terus cicit, terus anaknya cicit, atau cucunya cicit, atau cicitnya cicit. Mosok iya gak lunas-lunas?
Bunda : PLAAAKKKKKKKK!!!!!!!!! (nampar pipi nyamuk yang lewat) UDAH GAK USAH NGAYAL!!! MENDING AYAH MANDI SANA! NYARI NAFKAH YANG BENER, YANG HALAL. BURUAN BERANGKAT! KERJA! KERJA! KERJA!!!!
Ayah : (buru-buru ngabisin kopi, terus masuk kamar mandi)
Dan demikianlah dialog inspiratif keduanya berakhir. Sementara si bungsu asyik menonton televisi, tentang kisah si kancil penuh akal bulus, tepat saat Aki berkata, “Pada zaman dahuluuuuuu…….”

Hahaha…dari awal aja the me an act is tree… 🙂
Ya mosok the me an act sue a me?
Hehe.. thanks tulisannya pak Ari.. lucu dan mengandung pesan
Saya bingung, pesannya di mana ya? 😀
artikel yang menyentuh, hehehe
Semoga menyentuh kesadaran, hehehe