Saat Tak Kunjung Hamil, Haruskah Istri Yang Disalahkan?

Pasangan Joni dan Mira sudah delapan tahun menikah, namun mereka belum juga dikaruniai anak. Banyak usaha telah dilakukan. Periksa ini-itu, berobat ke mana-mana baik pengobatan modern maupun tradisional, tapi tetap tanpa hasil. Mira pun mulai berpikir bahwa bukan dirinyalah yang bermasalah. Namun sejak tahun kedua pernikahan mereka, sejak Mira pertama kali memeriksakan kesuburannya ke dokter, sejak itu pula Joni tidak pernah mau diperiksa. Joni yakin dirinya tidak mandul.

Lain lagi dengan pasangan Salman dan Rani yang baru setahun menikah. Terhitung penganten baru, namun orangtua Salman terutama ibunya, sudah begitu ingin menimang cucu. Keinginan itu membuatnya cenderung menekan Rani saat dia tak kunjung hamil, termasuk memberi Rani instruksi ini-itu untuk dikonsumsi. Untuk kesuburan katanya. Tapi instruksi itu tidak diberikan pada Salman, anaknya sendiri.

Seperti itulah gambaran umum kondisi di Indonesia, apabila ada pasutri yang belum memiliki keturunan, maka yang pertama dianggap menjadi penyebab adalah ketidaksuburan pihak perempuan. Pola pikir salah seperti “Yang hamil kan perempuan, kalau perempuan tidak bisa hamil, berarti ada masalah pada dirinya,” atau “Laki-lakinya kan bisa berhubungan seks dengan lancar, spermanya juga keluar, kumis jenggotnya subur, berarti dia tidak mandul,” dan pola pikir sejenis lainnya justru akan menyebabkan masalah ketidaksuburan pasutri yang bersangkutan tidak terselesaikan.

Masalah ketidaksuburan (infertilitas) dapat dialami oleh suami maupun istri, karena itu akan menjadi tidak bijak bila selalu istri yang disalahkan. Bila pasutri sudah menikah selama setahun dan belum mendapatkan keturunan, keduanya baik suami maupun istri harus diperiksa untuk diketahui apa penyebab ketidaksuburannya. Kemungkinannya bisa macam-macam. Banyak pasutri yang sebenarnya sama-sama subur, namun kondisi psikologis dan fisik keduanya yang tidak mendukung ketika melakukan hubungan suami-istri, menjadikan buah hati yang ditunggu tak kunjung hadir. Ada juga yang suaminya memang tidak subur, atau istrinya yang tidak subur, atau bahkan keduanya memang tidak subur.

Bagi pihak suami, permasalahan utama biasanya cuma satu, kualitas sel sperma. Karena itulah pemeriksaan kesuburan pada laki-laki lebih mudah, cukup dengan analisa sperma biasanya sudah bisa diketahui apakah laki-laki tersebut subur atau tidak. Masalah lain yang mungkin timbul adalah karena sumbatan pada saluran buah zakar ke arah penis.

Untuk pihak istri, kemungkinannya lebih banyak. Ketidaksuburan bisa terjadi karena penyumbatan pada saluran tuba falopi, hal ini dapat diketahui melalui pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) dengan memasukkan cairan melalui vagina untuk kemudian cairan itu dilihat dengan x-ray. Apabila cairan yang dimasukkan kemudian terlihat mengalir melalui saluran telur, berarti tidak ada masalah penyumbatan. Bila tidak mengalir, berarti ada penyumbatan yang dapat mengakibatkan sel sperma tidak pernah berhasil berenang mencapai sel telur.

Ketidaksuburan pada istri juga bisa terjadi karena adanya kista/tumor pada jaringan fibrosa di dalam rahim, atau cairan leher rahim yang bersifat melawan sperma, atau masalah hormon kewanitaan yang umumnya ditandai dengan haid tidak lancar, atau juga gangguan virus TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes) yang bisa membunuh janin.

Pemeriksaan medis masalah ketidaksuburan tentunya akan memakan biaya cukup besar, inilah yang membuat banyak orang lebih memilih pengobatan alternatif seperti herbal, bekam, atau totok darah. Namun hasil diagnosa pemeriksaan medis tersebut akan lebih akurat dibandingkan pengobatan alternatif. Bila ingin menggunakan terapi alternatif untuk mengatasi problem kesuburan, pasutri sebaiknya memastikan dulu secara medis penyebab ketidaksuburan mereka. Terapi asal-asalan tanpa mengetahui penyebab ketidaksuburan dapat membuat terapi alternatif yang dilakukan malah lebih mahal biayanya dibandingkan terapi dokter.

Bagi mereka yang religius, berdoa dan memperbanyak ibadah kepada Tuhan akan sangat membantu usaha memperoleh keturunan. Doa seperti, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami (QS 25 : 74)” atau “Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkanku hidup seorang diri tanpa keturunan yang mewarisi. Dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik (QS 21 : 89)” apabila dibaca dengan kesungguhan doa, diyakini dapat membantu proses terapi yang sedang dijalani pasutri.

Permasalahan Kehamilan
fickendo.com

Pada akhirnya usaha memperoleh keturunan haruslah dilakukan oleh kedua pihak, suami dan istri. Janganlah seorang suami buru-buru menyalahkan istrinya karena tak kunjung hamil, atau bahkan sampai meminta menikah lagi. Daripada dananya digunakan untuk menikah lagi, lebih baik digunakan untuk terapi program kehamilan, atau bila ada rezeki lebih besar, pasutri dapat mengikuti program bayi tabung. Dengan menjalaninya bersama-sama, anak yang nanti dilahirkan semoga dapat menjadi anak yang berbakti pada kedua orangtuanya, tidak hanya pada sang ibu seorang.

-tulisan ini pernah dimuat di kompasiana 28 Februari 2011-

6 thoughts on “Saat Tak Kunjung Hamil, Haruskah Istri Yang Disalahkan?”

    • Walau saya bukan termasuk yang anti poligami, tapi alasan menikah lagi karena istri belum bisa memberi keturunan, gak banget menurut saya.

      Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.